Keroncong Budaya Seni yang Tertinggal

Keroncong Budaya Seni yang Tertinggal
Keroncong Budaya Seni yang Tertinggal

Keroncong Seni yang Tertinggal

Keroncong juga pernah mengalami masa keemasan pada abad ke 19, bahkan dikenal hingga ke Semenanjung Malaya. Masa keemasan keroncong pun berlanjut hingga sekitar tahun 1960-an.
  Kesenian khas Indonesia menjadi salah satu warisan seni budaya yang tetap tertinggal di hati anak bangsa. Musik keroncong adalah bukti yang tersisa dan keberadaannya masih terjaga walaupun kurang diminati generasi anak muda.

Awal mula musik keroncong berasal dari sejenis musik portugis yang dikenal sebagai fado, diperkenalkan oleh pelaut sejak abad ke 16 di Nusantara. Dalam perkembangannya musik keroncong memiliki sejumlah unsur tradisional, seperti penggunaan seruling, serta beberapa komponen dari gamelan.

Keroncong juga pernah mengalami masa keemasan pada abad ke 19, bahkan dikenal hingga ke Semenanjung Malaya. Masa keemasan keroncong pun berlanjut hingga sekitar tahun 1960-an. Namun kini musik keroncong tidak sepopuler pada masa keemasannya karena masuknya gelombang musik populer atau musik rock dan pop.

"Pengenalan musik keroncong harus dilakukan dari tingkatan paling rendah, mulai dari SD, SMP, SMA. Dalam pengenalan musik keroncong anak-anak tidak langsung memainkan atau menyanyikan lagu keroncong, namun biarkan si anak mengenal alat musiknya dulu, serta anak-anak pun bisa membawakan lagu biasa yang dikeroncongkan sehingga si anak tidak merasa jenuh dengan musik keroncong," ujar Direktur Yayasan Dr.R.H. Soetomo, Satrio.

Yayasan Dr. R.H. Soetomo sebagai salah satu yayasan yang peduli dengan musik asli Indonesia ini pun (keroncong) memberikan sekolah gratis setiap dua minggu sekali, dan memberikan seperangkat alat musik keroncong kepada Yayasan Sapta Marga, Bogor. "Pemberian alat musik keroncong ini bertujuan agar si anak mendapatkan atau mengenal musik Indonesia yang sudah lama ada," tambah Satrio.

Sebaiknya kita sebagai warga negara Indonesia turut menjaga dan melestarikan budaya bangsa khususnya kaum muda.
Read More

Iran: Kaligrafi Jadi Media Identitas Bangsa

Iran:  Kaligrafi Jadi Media Identitas Bangsa
Iran:  Kaligrafi Jadi Media Identitas Bangsa

Pakar Iran: Kaligrafi Jadi Media Identitas Bangsa

Salina memaparkan bahwa seorang seniman tidak hanya melukis di kanvas tetapi harus bisa memahami apa arti dari lukisan tersebut.
Pakar kebudayaan Iran yang juga atase Kebudayaan Iran Kedutaan Besar Republik Islam Iran Moh. Ali Rabbani mengatakan seni kaligrafi selama ini di Iran masih menduduki posisi yang sangat tinggi dan populer, meski perkembangan zaman telah demikian pesat.

"Seperti di Indonesia, seni kaligrafi saat ini justru mengalami perkembangan makin pesat dengan ditandai makin banyaknya pelukis kaligrafi baru," kata Rabbani usai Pertemuan Kebudayaan Kesenian Iran yang diadakan oleh Iranian Corner Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) di Yogyakarta, Rabu (3/10).
Menurut Ali, seni kaligrafi merupakan saksi lahirnya sebuah peradaban. "Apa yang tertulis menjadi sebuah pintu bagi suatu bangsa untuk memasuki sebuah peradaban baru. Sehingga, dari kaligrafi itu menjadi saksi lahirnya peradaban Islam terbesar di tanah Persia. Selain itu melalui seni kaligrafi, maka membantu penyebaran ajaran Islam," kata dia.

Sementara, seniman kaligrafi asal Iran Salina Puria dan Zohren Abbasi yang ikut dalam pertemuan itu menuturkan, keduanya mengenalkan seni kaligrafi di Iran dan bagaimana karya mereka menjadi konsumsi dunia.

Salina memaparkan bahwa seorang seniman tidak hanya melukis di kanvas tetapi harus bisa memahami apa arti dari lukisan tersebut.

"Dengan membuat kaligrafi ayat-ayat suci Alquran, berarti pelukis harus memahami apa yang ia tulis dan juga mengamalkannya seperti yang diajarkan dalam Alquran," tuturnya.

Salina yang juga merupakan pakar seni iluminati ini menerangkan tentang kedudukan kaligrafi yang ditinggikan di Iran.

"Kedudukan kaligrafi di Iran cukup tinggi, karena selain kaligrafi sendiri memperindah ayat-ayat Alquran dan hadis Rasulullah juga merupakan kata-kata dari pembesar agama Islam dan juga syair-syair Islam di Iran," terangnya.

Sementara rekan Salina, Zohreh Abbasi, menambahkan kekhasan Kaligrafi Iran yang memang menunjukkan identitas bangsa Iran. "Kaligrafi Iran mewakili identitas dari bangsa Iran karena kaligrafi ini memiliki nilai-nilai yang dimiliki bangsa Iran yaitu tentang Islam, akhlak, nilai-nilai kemanusiaan dan nilai positif lainnya. Selain itu, kaligrafi Iran juga memiliki corak khusus yang menggambarkan nilai-nilai kebudayaan Persia," tutupnya.
Read More

Noken, Tas Rajut Papua Akan Jadi Warisan Budaya Dunia

Noken, Tas Rajut Papua Akan Jadi Warisan Budaya Dunia
Noken, Tas Rajut Papua Akan Jadi Warisan Budaya Dunia
Noken, Tas Rajut Papua Akan Jadi Warisan Budaya Dunia
Noken, tas rajut khas papua
"Usulan noken sebagai warisan dunia sudah dilakukan sejak empat tahun terakhir dengan beberapa kali revisi dan pada 4 Desember nanti kami akan memperjuangkan di hadapan 26 anggota komite warisan dunia yang dihadiri wakil dari 189 negara"
Jakarta, Aktual.co — Pemerintah Indonesia akan berjuang dalam sidang Unesco di Paris, Prancis pada 4 Desember mendatang untuk menjadikan "noken" atau tas rajutan khas Papua diakui sebagai warisan budaya dunia.

"Usulan noken sebagai warisan dunia sudah dilakukan sejak empat tahun terakhir dengan beberapa kali revisi dan pada 4 Desember nanti kami akan memperjuangkan di hadapan 26 anggota komite warisan dunia yang dihadiri wakil dari 189 negara," kata Wakil Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Wiendu Nuryanti kepada pers di Jakarta.

Unesco adalah Badan Perserikatan Bangsa Bangsa yang membidangi pendidikan, ilmu pengetahuan, dan kebudayaan.

Setiap tahun, ujar Wiendu, pihaknya berusaha untuk menjadikan minimal satu budaya menjadi warisan budaya dunia. Tahun ini Subak sudah diakui sebagai warisan dunia. Kemudian tenun, dan noken," katanya.

Untuk itu, Wiendu mengajak seluruh masyarakat Indonesia untuk ikut mendukung usaha pemerintah dalam mengangkat budaya Indonesia ke kancah internasional.

"Jika kelak noken berhasil ditetapkan sebagai warisan budaya dunia, maka pada tanggal 4 Desember akan diusulkan kepada pemerintah daerah Papua menjadi hari noken," tambahnya.

Wiendu menambahkan bangsa Indonesia memiliki beragam kekayaan budaya dan tradisi yang jika diolah dengan baik dan benar akan bisa melahirkan kekuatan dan karakter bangsa yang kuat. Sudah sepantasnya kita menanamkan nilai-nilai tradisi budaya, hingga bisa membentuk karakter Indonesia yang tangguh.

"Noken menjadi salah satu contoh karakter bangsa. Nanti, kita akan bekerja sama dengan berbagai pihak untuk membuat Noken Papua ini lebih bernilai jual tinggi. Misalnya kita akan menggandeng para desainer Indonesia untuk menjadikan Noken sebagai bahan, ataupun aksesoris dalam karya fashion mereka," katanya.

Untuk itu, Wiendu mengajak seluruh masyarakat Indonesia untuk ikut mendukung usaha pemerintah dalam mengangkat budaya Indonesia ke kancah internasional. Jika kali ini noken berhasil ditetapkan sebagai warisan budaya dunia, maka hari putusan sidang tersebut akan diusulkan kepada pemerintah daerah Papua menjadi hari noken.

"Pelestarian noken harus dimulai dari masyarakat daerahnya, untuk memakai noken sebagai kebanggaan. Sama seperti kita bangga memakai batik," kata Wiendu.

Dengan dijadikannya noken sebagai warisan budaya dunia, maka akan membuka berbagai peluang bagi masyarakat. Mulai dari peluang penyerapan tenaga kerja, hingga peluang ekonomi dan peluang pelestarian budaya, katanya.

Pada kesempatan yang sama, penggagas noken Papua Titus Pekei mengatakan noken adalah budaya asli Papua berupa kerajinan tas anyaman dari kulit kayu dan menggunakan pewarna alami dari akar tumbuhan dan buah-buahan hutan. Anyaman dibuat para ibu suku-suku di Papua untuk dijadikan wadah serbaguna untuk menyimpan hasil bumi setelah dipanen di ladang. Selain itu, berfungsi sebagai gendongan untuk bayi yang mampu membuat anak-anak Papua menjadi berotot kuat.

"Setiap suku memiliki ciri khas Noken masing-masing. "Ada 250 suku dan bahasa di Papua. Masing-masing punya khas tersendiri. Noken ini melambangkan kesuburan, serta persatuan dan kesatuan masyarakat Papua," ujar Titus.
Read More

Makepung Diusulkan Jadi Warisan Budaya Dunia

Makepung Diusulkan Jadi Warisan Budaya Dunia
Makepung Diusulkan Jadi Warisan Budaya Dunia

Makepung Diusulkan Jadi Warisan Budaya Dunia

Makepung bisa menjadi WBD seperti Subak Jati Luwih, Pura Taman Ayun, dan Tukad Pakrisan, yang diakui UNESCO sebagai warisan budaya nonbenda.
Jakarta, Aktual.co — Makepung atau tradisi balap kerbau di Kabupaten Jembrana, Bali, diusulkan kepada Badan PBB yang mengurusi pendidikan, ilmu pengetahuan, dan kebudayaan (UNESCO) sebagai warisan budaya dunia (WBD).

Untuk melengkapi usulan tersebut, tim dari Balai Pelestarian Budaya Bali dan Pusat Kajian Bali Universitas Udayana (Unud) Denpasar melakukan verifikasi dan inventarisasi tradisi Makepung, Kamis (29/11).

"Verifikasi dan inventarisasi ini merupakan langkah awal sebelum dilanjutkan ke Kementerian Pendidikan Dan Kebudayaan," kata Ida Bagus Dharmika selaku ketua tim di Negara, Kabupaten Jembrana.

Ia berharap, Makepung bisa menjadi WBD seperti Subak Jati Luwih, Pura Taman Ayun, dan Tukad Pakrisan, yang diakui UNESCO sebagai warisan budaya nonbenda.

Menurut Dharmika, melihat sejarah tradisi pacuan kerbau yang sudah ada sejak tahun 1920 ini, makepung memiliki peluang untuk diakui UNESCO.

"Apalagi makepung hanya ada di Kabupaten Jembrana. Meskipun banyak budaya lain yang masuk, tradisi ini tetap bertahan hingga sekarang," ujar Dharmika.

Dalam verifikasi itu dilibatkan pula pengurus "sekaa" atau kelompok Makepung dari tim Ijogading Barat dan Ijogading Timur serta Kepala Dinas Dikporaparbud Jembrana Nengah Alit.

Dharmika mengaku, saat ini pihaknya fokus pada pengisian kuisioner dari Kementerian Pendidikan Dan Kebudayaan serta pengumpulan data dari kelompok dan tokoh makepung.

Ia juga mengingatkan, usulan agar Makepung ini diakui UNESCO sebagai WBD sangat ditentukan oleh aspirasi dari masyarakat luas.

Sementara itu Nengah Alit menyatakan siap memfasilitasi berbagai kebutuhan seperti data dan informasi terkait Makepung.
Read More

Ini Warisan Budaya Indonesia Yang Diakui Dunia Ini Warisan Budaya Indonesia Yang Diakui Dunia

 Ini Warisan Budaya Indonesia Yang Diakui Dunia Ini Warisan Budaya Indonesia Yang Diakui Dunia
Ini Warisan Budaya Indonesia Yang Diakui Dunia

 Ini Warisan Budaya Indonesia Yang Diakui Dunia
Candi Borobudur Warisan Budaya Dunia
Tak harus diakui dunia agar tidak punah. Asal setiap warga negara kita tetap menjaga dan melestarikannya, warisan budaya kita pasti tidak akan punah....
Indonesia memang kaya warisan budaya.

Ada beberapa warisan budaya Indonesia yang dijadikan warisan budaya dunia. Namun, sebelumnya harus melewati beberapa persyaratan yang sudah ditetapkan Unesco (United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization) .

Badan khusus PBB ini mengurus masalah Pendidikan, Keilmuan, dan Kebudayaan dunia. UNESCO sudah mengakui beberapa warisan budaya Indonesia yang diakui dunia.

Ini dia warisan budaya yang sudah diakui dunia itu:

Warisan Alam:  Taman Nasional Ujung Kulon, Banten (1991), Taman Nasional Komodo, di Nusa Tenggara Timur, (1991), Taman Nasional Lorentz di Papua (1999), Hutan tropis Sumatera yang mencakup Taman Nasional Gunung Leuser, Kerinci Seblat, dan Bukit Barisan (2004).

Warisan Budaya Bangunan dan Cagar Alam: Candi Borobudur dan Candi Prambanan dicatat oleh UNESCO di tahun 1991 dan Situs Manusia Purba Sangiran, tahun 2004

Warisan Budaya Tak Benda: Wayang (2003), Keris (2005), Batik (2009), Angklung (2010), Tari Saman (2011) lalu Subak di Bali (2012).

Sebenarnya masih banyak warisan budaya khas Indonesia yang bisa dijadikan warisan budaya dunia agar tidak punah ditelan zaman.

Tak harus diakui dunia agar tidak punah. Asal setiap warga negara kita tetap menjaga dan melestarikannya, warisan budaya kita pasti tidak akan punah....
Read More

Grebeg Suro Ponorogo

Grebeg Suro Ponorogo
 GREBEG SURO : JADIKAN PONOROGO SEBAGAI BAROMETER SENI



Grebeg Suro adalah satu moment dimana masyarakat, khsusnya Ponorogo begitu mengagumi dan dinanti-nanti.
Masyarakat nampak tumpah ruah membanjiri alun-alun Kabupaten Ponorogo bertemu dalam satu acara yang digadhang-gadhan untuk menyambut datangnya tahun baru hijriyah atau dalam penaggalan Jawa disebut 1 Suro.

Dalam gelar seni budaya Grebeg Suro tersebut acara inti atau utamanya adalah Festival Reyog Ponorogo yang menjadi pusat perhatian massa. Dalam Gerebeg Suro yang dimulai sejak 9-14 Oktober kali ini Festival Reyog Nasional diikuti oleh 53 peserta dari berbagai daerah di Indonesia.
Sebut saja Surabaya, Jakarta, Wonogiri, Gresik (PT. Semen Gresik), Universitas Negeri Jember, Ponorogo, Kab. Trenggalek, Pacitan, Kalimantan, dan masih banyak lagi lainnya.
Selain dimeriahkan dengan festival reyog, Grebeg Suro kali ini juga dimeriahkan dengan brbagai kegiatan pendukung atau lomba-lomba lainnya. Seperti lomba burung berkicau, lomba burung perkutut, pameran adenium, dll.
Dalam sambutannya, Bupati Ponorogo M. Amin, SH mengatakan, acara ini dimaksudkan untuk menjadikan Ponorogo sebagai barometer seni budaya di Jawa Timur.
Karena itu, para tamu undangan banyak berdatangan dari mancanegara dan para wisatawan asing. Bupati berharap acara ini dapat meningkatkan kunjungan wisata ke Kabupaten Ponorogo.
Read More

Budaya Banjir Jakarta

Budaya Banjir Jakarta
 BUDAYA BANJIR DI IBU KOTA


Banjir Jakarta 2013 adalah bencana banjir yang melanda Jakarta dan sekitarnya pada pertengahan Januari 2013 yang menyebabkan Jakarta dinyatakan dalam keadaan darurat. Selain curah hujan yang tinggi sejak Desember 2012, sistem drainase yang buruk, dan jebolnya berbagai tanggul di wilayah Jakarta, banjir ini juga disebabkan meningkatnya volume 13 sungai yang melintasi Jakarta. Hingga pertengahan Januari 2013, Jakarta tercatat mencapai rekor curah hujan hingga 250-300mm, melebihi kondisi Banjir Jakarta 2002 yang mencapai 200mm, namun masih di bawah kondisi Banjir Jakarta 2007 yang mencapai 340mm. Tingginya curah hujan di kawasan bisnis MH Thamrin membuat jalanan tergenang pada tanggal 22 Desember, mulai dari Sarinah, Sabang hingga Monumen Nasional. Kepala Dinas PU DKI Jakarta, Ery Basworo, menyatakan tingginya curah hujan sebagai penyebab buruknya genangan dan menyangkal adanya masalah drainase dan sampah. Buruknya genangan disebabkan pompa yang telah disediakan tidak mampu mengimbangi tingginya aliran air yang hendak dipindahkan ke Kanal Banjir Barat.
Namun pendapat ini dibantah oleh Kementerian Pekerjaan Umum melalui Menteri Djoko Kirmanto, yang menegaskan masalah sampah yang menyumbat drainase dan menghalangi aliran air menuju pompa yang telah terpasang. Kementerian Pekerjaan Umum juga menjanjikan alokasi dana hingga 18 Triliun rupiah untuk mengatasi masalah banjir di Jakarta.
Hal ini diperkuat lagi oleh fakta bahwa gorong-gorong di sekitar wilayah tersebut yang ternyata hanya berukuran 60 sentimeter, dan belum pernah dibangun lagi semenjak tahun 1970an. Inisiatif Gubernur DKI Jakarta, Joko Widodo untuk memeriksa drainase di Jalan MH Thamrin, membuat hal tersebut terungkap kepada publik dan akhirnya memunculkan ide untuk membangun Smart Tunnel untuk membantu mempercepat mengalirnya air ke laut.
Berbagai pendapat mengalir deras bagaikan arus banjir itu sendiri, mulai dari akademisi, praktisi hingga mereka yang disebut sebagai pakar mengemukakan bermacam pandangan mereka mulai dari menganalisa penyebab banjir yang beragam sampai menyampaikan wacana solusi banjir yang terbaik menurut mereka. Satu sama lain bahkan sampai berbantah-bantahan, adu argumen seru di berbagai media televisi yang ditonton ribuan bahkan jutaan warga negara Indonesia, adapula yang terbawa kebiasaan lama bangsa ini yaitu saling menyalahkan hingga mencari kambing hitam. Kehebatan mereka dalam mengemukakan usul dan pandangan masing-masing bahkan seolah-olah menenggelamkan kehebatan para pahlawan sebenarnya yang berada di lapangan ; anggota BNPB, BPBD, TNI - Polri, SAR, Pemadam Kebakaran sampai Relawan termasuk Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta, pasangan Jokowi – Ahok yang langsung turun ke tengah masyarakat. Sementara “orang-orang pintar nan pandai” berwacana berlomba membuktikan kejeniusan mereka masing-masing dalam membedah permasalahan banjir DKI Jakarta, para pahlawan di dunia nyata tadi berbasah-basah dalam genangan banjir membantu dan menyelamatkan para korban banjir sembari berpikir keras bagaimana mencari solusi terbaik berdasar kondisi riil di lapangan, tanpa banyak kata. Mereka tak segan dan tak ragu meninggalkan keluarga mereka untuk membantu sesamanya, warga DKI Jakarta.
Kini banjir DKI Jakarta menyisakan pelajaran dan hikmah bagi seluruh lapisan warga masyarakat terutama warga Jakarta. Alam sedang mengembalikan hasil perbuatan manusia kepada alam, perlakuan manusia terhadap air dibalas dengan limpahan air jutaan galon berikut bukti kekejaman perilaku manusia terhadap air berupa sampah yang ditinggalkan pasca banjir. Alam menunjukkan kepada manusia betapa air, yang begitu lumer, yang begitu fleksibel dan mudah menyesuaikan bentuknya dengan tempatnya berada pun ternyata mampu menyapu manusia berikut bangunan fisik peradaban manusia. Air menunjukkan supremasinya kepada manusia, bahwa ia tak dapat dihalangi, bahwa ia membutuhkan jalan nan lapang dan bersih untuk pulang ke ibunya : LAUT !
Dalam satu kesempatan Gubernur DKI Jakarta Jokowi, berkata : “Setelah banjir nanti, jangan lagi kita lupa, jangan lagi kita terlena bahwa banjir masih selalu mengancam kita.” Ia tidak pernah sekalipun menyalahkan warganya yang masih saja memiliki tabiat aneh, yaitu : BUANG SAMPAH DI SUNGAI, sebuah tabiat yang samasekali tidak mencerminkan martabat kehidupan beradab. Ia tidak pernah menyalahkan siapapun, ia hanya mengingatkan, menghimbau kepada siapapun agar membiasakan diri dalam cara – cara hidup yang santun kepada alam. Ia sadar betul bahwa banyak warganya yang belum menyadari betapa perilaku manusia mampu memancing kemurkaan alam.
Saya yakin banyak pelajaran yang mampu dipetik oleh orang nomor 1 di DKI Jakarta itu dari banjir DKI Jakarta 2013, dalam ketenangan pembawaannya terdapat kedewasaan kepemimpinan yang tinggi, ia tak pernah banyak bicara, tak pernah banyak berwacana dan ia hanya banyak bekerja. Dia benar-benar mengusung filosofi “Ing Ngarso Sung Tuladha” sebagai pemimpin yang memberikan contoh melalui tindakannya.
Kini mungkin banyak mata yang terbuka, bahwa sampah dengan segala problematikanya memang merupakan “umpan” yang sangat baik untuk “memancing” sang banjir. Lantas bagaimana selanjutnya kita menyikapinya ? Pertanyaan itu sebenarnya bisa dijawab dengan pertanyaan lain yang paling sederhana : “Kapokkah kita dengan banjir?”.
Jika kita lihat tayangan-tayangan televisi selama ini, akan muncul kesan : BEGITU MUDAHNYA MELENYAPKAN SAMPAH DARI HADAPAN KITA, TINGGAL LEMPAR KE SUNGAI, SELESAI.
Ya, selesai dari hadapan kita sesaat dan pada waktu itu, namun kita belum sadar bahwa satu ketika nanti “tabungan sampah” itu, berikut “bunganya” akan dikembalikan lagi kepada kita dalam jumlah yang fantastis.
Saya sungguh berharap satu ketika nanti di DKI Jakarta muncul tabiat dan budaya baru : BEGITU MUDAHNYA MELENYAPKAN SAMPAH DARI HADAPAN KITA, TINGGAL MASUKKAN KE TEMPAT SAMPAH, SELESAI.
Masalahnya sekarang, tiap kali mereka ingin buang sampah mereka celingak-celinguk sambil bertanya dalam hati : “dimana sih tempat sampahnya, kenapa ga keliatan tempat sampah di sekitar sini ya?”, akhirnya karena merasa susah menemukan tempat sampah (ditambah rendahnya rasa disiplin) sampah yang niat awalnya mau dibuang ketempatnyapun mereka buang asal-asalan.
Kenapa begitu susah untuk sekedar buang sampah ditempatnya? Bukan niatnya yang susah, tapi lebih karena susah mencari tempat sampahnya ! Lalu kenapa niat baik itu tidak difasilitasi?
Jangan hanya menumpukan dan membebankan masalah pengelolaan sampah kepada pemerintah dalam hal ini Pemprov DKI Jakarta. Bukankah program Corporate Social Responsibilities ( CSR ) juga dapat mengambil peranan disitu ?
DKI Jakarta yg merupakan pusat kantor-kantor besar, pusat usaha-usaha nasional, serta tempat bercokolnya orang-orang kaya justru sangat miskin tempat sampah. Andai seluruh perusahaan, kantor dan pengusaha kaya yang ada di DKI Jakarta menyumbang jutaan tempat sampah untuk disebar ke segenap penjuru kota sampai ke pelosok kampung-kampung ditambah management pengelolaan sampah yang baik maka pada satu ketika nanti masyarakat yang selama ini punya kebiasaan : “Sangat mudah buang sampah di sungai, tinggal lempar, selesai !” akhirnya merasa : “Lebih mudah buang sampah di tempatnya (karena mudah ditemui dan ada di sekitar kita) , tinggal masukin ketempatnya, selesai” maka kedepan DKI Jakarta mungkin juga akan menyandang sebagai Kota Berseri (Bersih, Sehat, Rapi, Indah) dan banjirpun akan enggan untuk menyambangi warga DKI Jakarta, yang pada gilirannya warga sendirilah yang nantinya akan merasakan manfaatnya.
Read More

Budaya Suku Batak

Budaya Suku Batak

Budaya Suku Batak


SEJARAH
Kerajaan Batak didirikan oleh seorang Raja dalam negeri Toba sila-silahi (silalahi) lua’ Baligi (Luat Balige), kampung Parsoluhan, suku Pohan. Raja yang bersangkutan adalah Raja Kesaktian yang bernama Alang Pardoksi (Pardosi). Masa kejayaan kerajaan Batak dipimpin oleh raja yang bernama. Sultan Maharaja Bongsu pada tahun 1054 Hijriyah berhasil memakmurkan negerinya dengan berbagai kebijakan politiknya.

DESKRIPSI LOKASI
Suku bangsa Batak dari Pulau Sumatra Utara. Daerah asal kediaman orang Batak dikenal dengan Daratan Tinggi Karo, Kangkat Hulu, Deli Hulu, Serdang Hulu, Simalungun, Toba, Mandailing dan Tapanuli Tengah. Daerah ini dilalui oleh rangkaian Bukit Barisan di daerah Sumatra Utara dan terdapat sebuah danau besar dengan nama Danau Toba yang menjadi orang Batak. Dilihat dari wilayah administrative, mereka mendiami wilayah beberapa Kabupaten atau bagaian dari wilayah Sumatra Utara. Yaitu Kabupaten Karo, Simalungun, Dairi, Tapanuli Utara, dan Asahan.

UNSUR BUDAYA

A. Bahasa
Dalam kehidupan dan pergaulan sehari-hari, orang Batak menggunakan beberapa logat, ialah: (1)Logat Karo yang dipakai oleh orang Karo; (2) Logat Pakpak yang dipakai oleh Pakpak; (3) Logat Simalungun yang dipakai oleh Simalungun; (4) Logat Toba yang dipakai oleh orang Toba, Angkola dan Mandailing.

B. Pengetahuan
Orang Batak juga mengenal sistem gotong-royong kuno dalam hal bercocok tanam. Dalam bahasa Karo aktivitas itu disebut Raron, sedangkan dalam bahasa Toba hal itu disebut Marsiurupan. Sekelompok orang tetangga atau kerabat dekat bersama-sama mengerjakan tanah dan masing-masing anggota secara bergiliran. Raron itu merupakan satu pranata yang keanggotaannya sangat sukarela dan lamanya berdiri tergantung kepada persetujuan pesertanya.

C. Teknologi
Masyarakat Batak telah mengenal dan mempergunakan alat-alat sederhana yang dipergunakan untuk bercocok tanam dalam kehidupannya. Seperti cangkul, bajak (tenggala dalam bahasa Karo), tongkat tunggal (engkol dalam bahasa Karo), sabit (sabi-sabi) atau ani-ani. Masyarakat Batak juga memiliki senjata tradisional yaitu, piso surit (sejenis belati), piso gajah dompak (sebilah keris yang panjang), hujur (sejenis tombak), podang (sejenis pedang panjang). Unsur teknologi lainnya yaitukain ulos yang merupakan kain tenunan yang mempunyai banyak fungsi dalam kehidupan adat Batak.

D. Organisasi Sosial
a. Perkawinan
Pada tradisi suku Batak seseorang hanya bisa menikah dengan orang Batak yang berbeda klan sehingga jika ada yang menikah dia harus mencari pasangan hidup dari marga lain selain marganya. Apabila yang menikah adalah seseorang yang bukan dari suku Batak maka dia harus diadopsi oleh salah satu marga Batak (berbeda klan). Acara tersebut dilanjutkan dengan prosesi perkawinan yang dilakukan di gereja karena mayoritas penduduk Batak beragama Kristen.
Untuk mahar perkawinan-saudara mempelai wanita yang sudah menikah.

b. Kekerabatan
Kelompok kekerabatan suku bangsa Batak berdiam di daerah pedesaan yang disebut Huta atau Kuta menurut istilah Karo. Biasanya satu Huta didiami oleh keluarga dari satu marga.Ada pula kelompok kerabat yang disebut marga taneh yaitu kelompok pariteral keturunan pendiri dari Kuta. Marga tersebut terikat oleh simbol-simbol tertentu misalnya nama marga. Klen kecil tadi merupakan kerabat patrilineal yang masih berdiam dalam satu kawasan. Sebaliknya klen besar yang anggotanya sdah banyak hidup tersebar sehingga tidak saling kenal tetapi mereka dapat mengenali anggotanya melalui nama marga yang selalu disertakan dibelakang nama kecilnya, Stratifikasi sosial orang Batak didasarkan pada empat prinsip yaitu : (a) perbedaan tigkat umur, (b) perbedaan pangkat dan jabatan, (c) perbedaan sifat keaslian dan (d) status kawin.

E. Mata Pencaharian
Pada umumnya masyarakat batak bercocok tanam padi di sawah dan ladang. Lahan didapat dari pembagian yang didasarkan marga. Setiap kelurga mandapat tanah tadi tetapi tidak boleh menjualnya. Selain tanah ulayat adapun tanah yang dimiliki perseorangan .
Perternakan juga salah satu mata pencaharian suku batak antara lain perternakan kerbau, sapi, babi, kambing, ayam, dan bebek. Penangkapan ikan dilakukan sebagian penduduk disekitar danau Toba.
Sektor kerajinan juga berkembang. Misalnya tenun, anyaman rotan, ukiran kayu, temmbikar, yang ada kaitanya dengan pariwisata.

F. Religi
Pada abad 19 agama islam masuk daerah penyebaranya meliputi batak selatan . Agama kristen masuk sekitar tahun 1863 dan penyebaranya meliputi batak utara. Walaupun d emikian banyak sekali masyarakat batak didaerah pedesaan yang masih mmpertahankan konsep asli religi pendduk batak. Orang batak mempunyai konsepsi bahwa alam semesta beserta isinya diciptakan oleh Debeta Mula Jadi Na Balon dan bertempat tinggal diatas langit dan mempunyai nama-nama sesuai dengan tugasnya dan kedudukanya . Debeta Mula Jadi Na Balon : bertempat tinggal dilangit dan merupakan maha pencipta; Siloan Na Balom: berkedudukan sebagai penguasa dunia mahluk halus. Dalam hubungannya dengan roh dan jiwa orang batak mengenal tiga konsep yaitu : Tondi: jiwa atau roh; Sahala : jiwa atau roh kekuatan yang dimiliki seseorang; Begu : Tondinya orang yang sudah mati. Orang batak juga percaya akan kekuatan sakti dari jimat yang disebut Tongkal.

G. Kesenian
Seni Tari yaitu Tari Tor-tor (bersifat magis); Tari serampang dua belas (bersifat hiburan). Alat Musik tradisional : Gong; Saga-saga. Hasil kerajinan tenun dari suku batak adalah kain ulos. Kain ini selalu ditampilkan dalam upacara perkawinan, mendirikan rumah, upacara kematian, penyerahan harta warisan, menyambut tamu yang dihormati dan upacara menari Tor-tor. Kain adat sesuai dengan sistem keyakinan yang diwariskan nenek moyang .

NILAI BUDAYA

1. Kekerabatan
Nilai kekerabatan masyarakat Batak utamanya terwujud dalam pelaksanaan adat Dalian Na Talu, dimana seseorang harus mencari jodoh diluar kelompoknya, orang-orang dalam satu kelompok saling menyebut Sabutuha (bersaudara), untuk kelompok yang menerima gadis untuk diperistri disebut Hula-hula. Kelompok yang memberikan gadis disebut Boru.
2. Hagabeon
Nilai budaya yang bermakna harapan panjang umur, beranak, bercucu banyak, dan yang baik-baik.
3. Hamoraan
Nilai kehormatan suku Batak yang terletak pada keseimbangan aspek spiritual dan meterial.
4. Uhum dan ugari
Nilai uhum orang Batak tercermin pada kesungguhan dalam menegakkan keadilan sedangkan ugari terlihat dalam kesetiaan akan sebuah janji.
5. Pengayoman
Pengayoman wajib diberikan terhadap lingkungan masyarakat, tugas tersebut di emban oleh tiga unsur Dalihan Na Tolu.
6. Marsisarian
Suatu nilai yang berarti saling mengerti, menghargai, dan saling membantu.

ASPEK PEMBANGUNAN
Aspek pembangunan dari suku Batak yaitu masuknya sistem sekolah dan timbulnya kesempatan untuk memperoleh prestise social. Terjadinya jaringan hubungan kekerabatan yang berdasarkan adat dapat berjalan dengan baik. Adat itu sendiri bagi orang Batak adalah suci. Melupakan adat dianggap sangat berbahaya.

Pengakuan hubungan darah dan perkawinan memperkuat tali hubungan dalam kehidupan sehari-hari. Saling tolong menolong antara kerabat dalam dunia dagang dan dalam lapangan ditengah kehidupan kota modern umum terlihat dikalangan orang Batak. Keketatan jaringan kekerabatan yang mengelilingi mereka itulah yang memberi mereka keuletan yang luar biasa dalam menjawab berbagai tantangan dalam abad ini.
Read More

Kebudayaan Jawa

  Kebudayaan Jawa

  Kebudayaan Jawa

Adapun  budaya Jawa  mempunyai beberapa ciri yang salah satunya adalah menjunjung tinggi nilai harmoni :
Kebudayaan Jawa mengutamakan keseimbangan, keselarasan, dan keserasian. Semua unsur kehidupan harus harmonis, saling berdampingan, intinya semua harus sesuai. Segala sesuatu yang menimbulkan ketidakcocokan harus dihindari, kalau ada hal yang dapat mengganggu keharmonisan harus cepat dibicarakan untuk dibetulkan agar dapat kembali harmonis dan cocok lagi.
Biasanya yang menganggu keharmonisan adalah  perilaku manusia, baik  itu perilaku manusia dengan manusia atau perilaku manusia dengan alam. Kalau menyangkut perilaku manusia dengan alam yang membetulkan ketidakharmonisan adalah pemimpin atau menjadi tanggungjawab pimpinan masyarakat. Yang sulit apabila keseimbangan itu diganggu oleh perilaku manusia dengan manusia sehingga menimbulkan konflik. Ketidakcocokan atau rasa tidak suka adalah hal yang umum, namun untuk menghindari konflik, umumnya rasa tidak cocok itu dipendam saja (Wikipedia bahasa Jawa). 

Upaya menjaga harmonisasi ini rupanya yang  membuat kebanyakan orang Jawa tidak suka konflik secara terbuka. Ciri ini -kalau memakai bahasa gaul- “gue banget”. Sepertinya tidak sampai hati (ora tekan) kalau ada rasa tidak puas, tidak cocok terus diteriakkan lugas ke orangnya apalagi kalau di depan orang banyak atau forum. Untuk menyelesaikan konflik rasanya lebih sreg kalau dibicarakan secara pribadi dulu ketimbang langsung dibuka di forum dan diketahui orang banyak. Namun cara ini ada kelemahannya, karena tidak mau berbicara terbuka, orang Jawa menjadi lebih suka kasak kusuk atau menggerudel di belakang . Akibatnya, bukan mencoba mengembalikan keseimbangan atau harmonisasi malah justru memelihara ketidakharmonisan. Falsafah menjaga harmoni ini juga terlihat dari gerak tari tradisional Jawa terutama yang merupakan karya para raja Solo dan Yogya : halus, hati-hati, luwes, penuh perhitungan, ekspresi gerak dan wajah penarinya begitu terjaga , anggun dan agung, hampir tidak ada ekspresi spontan dan meledak-ledak. Bahkan konon untuk menarikan tarian ini penarinya harus menjalani ritual atau laku batin tertentu seperti puasa atau pantang.

Ciri atau identitas lainnya dari budaya Jawa adalah keyakinan Kejawen. Kejawen (Wikipedia) adalah kepercayaan yang hidup di suku Jawa. Kejawen pada dasarnya bersumber dari kepercayaan Animisme yang dipengaruhi ajaran Hindu dan Budha. Karena itulah suku Jawa umumnya dianggap sebagai suku yang mempunyai kemampuan menjalani sinkretisme kepercayaan, semua budaya luar diserap dan ditafsirkan menurut nilai-nilai Jawa.
Kepercayaan Kejawen yang merupakan sinkretisme antara animisme dengan ajaran Hindu dan Budha menggambarkan bahwa orang Jawa pada dasarnya bersifat pluralis, terbuka, mudah menerima pengaruh budaya luar dan pandai menyesuaikannya dengan budaya sendiri dan bahkan mengolahnya menjadi bentuk budaya baru yang tidak kalah bahkan lebih bagus dari budaya aslinya. Contohnya seni tari dan wayang yang berkembang di Jawa  dan Bali bersumber dari kisah Mahabarata dan Ramayana , namun jauh lebih indah dari Negara asalnya India.
Berbicara tentang budaya  Jawa, khususnya Surakarta dan Yogyakarta, tidak bisa dilepaskan dari Kraton sebagai pusat budaya Jawa. Karya seni Jawa baik sastra, gamelan, tari dan wayang adalah bentuk ekspresi budaya yang dikembangkan oleh raja-raja dan seniman atau pujangga Kraton Solo dan Yogya. Pada mulanya karya seni itu merupakan klangenan (hiburan) yang terbatas dinikmati kalangan kraton. Dalam perkembangannya, karya seni ini kemudian dipentaskan sebagai produksi seni pertunjukan bagi rakyat biasa. 
Di Surakarta, Sunan Paku Buwono X membuka Taman Hiburan Sri Wedari dengan pertunjukan wayang orang yang main setiap malam. Masyarakat Surakarta dan sekitarnya (yang masih kuat berorientasi ke budaya istana), menyambut dengan gembira. Melalui pertunjukan wayang orang, mereka bisa mengidentifikasikan dirinya dengan kaum priyayi dan bisa mengagumi kebesaran masa silam…..
Di Yogyakarta, dengan restu Sultan, perkumpulan tari Krida Beksa Wirama didirikan tahun 1918 dan sejak itu tarian keraton boleh diajarkan kepada rakyat banyak. Upaya meneguhkan legitimasi kekuasaan raja tetap dilakukan dengan patronase pertunjukan gamelan, tari, dan wayang. Selama memerintah (1921-39), Sultan Hamengku Buwono VIII mementaskan 11 lakon wayang orang. Beberapa di antaranya didukung oleh 300-400 seniman dan mengambil waktu 3-4 hari, dari jam 06:00 sampai 23:00 (http://www.heritageofjava.com/)
Perubahan seni tradisi Kraton Jawa dari sebagai bentuk ekspresi budaya dan ritual kraton menjadi seni pertunjukan popular menjadikan seni tari dan wayang menyatu sebagai milik orang Jawa. Seni tradisi dikembangkan dan diwariskan turun temurun sebagai bagian dari identitas budaya Jawa.
Seni tradisional Jawa yang telah menjadi identitas yang dilakoni dan dihidupi oleh orang Jawa selama bertahun-tahun itu saat ini mengalami erosi akibat kuatnya pengaruh budaya Barat yang disebarkan melalui  tehnologi media seperti film dan televisi.  Anak-anak muda jaman sekarang lebih menyukai tari, lagu dan musik Barat ketimbang seni tradisional. Mereka lebih memilih mempelajari seni musik Barat daripada belajar karya seni tradisi. Karya seni Barat terkesan  modern dan lebih bergengsi, juga lebih ekspresif, spontan dan energik sehingga dirasa lebih pas dengan gejolak jiwa muda .
Kekhawatiran bahaya ancaman budaya asing terhadap keberlanjutan tradisi budaya local nampaknya tidak hanya berlaku untuk budaya Jawa tapi juga tradisi banyak suku di Indonesia. Kompas Minggu, 22 Mei 2011 dalam rubrik persona kebetulan juga mengulas masalah ini. Dengan judul “Negeri dalam Darurat Tradisi” rubrik ini memuat wawancara dengan Prof. Dr. Nurhayati Rahman,M.Hum yang risau akan punahnya kebudayaan local dan seni tradisi suku Bugis : “Negeri ini berada dalam darurat tradisi. Penelitian saya tahun 2003 memperlihatkan para maestro seni tradisi usianya rata-rata 60-70an tahun. Kalau tak ada transformasi pengetahuan kepada generasi muda, praktis 10 tahun mendatang seni tradisi di Sulawesi Selatan akan habis…Kalau hal ini terjadi di semua kebudayaan di Indonesia, kita akan menjadi bangsa yang kehilangan sukmanya. Putus sudah yang menghubungkan kita sebagai bangsa ”.
Budaya asing yang mengancam eksistensi budaya local bukan hanya datang dari hegemoni budaya Barat tapi juga budaya tandingannya. Kuatnya penetrasi budaya global telah memicu perlawanan berupa menguatnya  gerakan anti Barat berikut nilai dan ideologi yang terkandung di dalamnya. Gerakan ini cenderung ingin mengembalikan tatanan social, budaya dan politik yang menurut mereka merupakan praktek yang paling ideal dan menjanjikan kesejahteraan.  Gerakan anti budaya Barat  ini juga memperoleh dukungan kuat di Indonesia. Sama halnya dengan budaya Barat, gerakan ini mengenalkan identitas budaya yang berbeda dan bahkan dalam hal tertentu tidak komplemen dengan budaya Jawa dan budaya local banyak suku di Indonesia umumnya.
Baik budaya Barat maupun budaya tandingannya ternyata berpotensi membuat orang Jawa melupakan dan bahkan menilai rendah budaya nenek moyangnya sendiri. Setelah menonton begitu indahnya harmonisasi antara musik gamelan, kostum dan gerak tari tradisional Jawa tidak terbayang sedihnya kalau budaya yang adiluhung itu dilupakan dan dimusnahkan sebagai identitas orang Jawa. Budaya apa yang akan kita turunkan ke generasi muda suku Jawa? Apakah identitas budaya baru itu sedemikian berharganya sampai kita tega memusnahkan kekayaan dan keluhuran budaya ‘indigenous” kita sendiri?
Tentang hal ini, Prof. Nurhayati Rahman menyatakan ancaman kepunahan seni tradisi di Indonesia bukan hanya karena ancaman budaya asing, namun karena “ Kita tak punya kecintaan pada diri kita, bangsa kita, Negara kita. Kita bangga kalau bisa impor segala sesuatu, termasuk ilmu pengetahuan. Makanya tak ada penemuan baru, karena terlalu “menurut mereka”, bukan “menurut kita”. Padahal sumber pengetahuan kita berlimpah”.
Khusus untuk seni tradisional Jawa, saya optimis masih banyak orang Jawa yang “sangat Jawa”. Budaya Jawa dengan pusatnya Kraton Surakarta dan Yogyakarta, ibarat pohon mempunyai akar kuat dalam hati dan jiwa manusia Jawa. Nilai-nilai ajaran Jawa berikut  ritual tradisi tetap terus akan dilakoni orang Jawa  selama Kraton tetap menjadi pusarnya. Banyaknya sanggar seni dan lembaga pendidikan seni di Solo dan Yogyakarta akan terus mencetak seniman-seniman tradisi yang terpanggil untuk merawat dan  mencintai warisan leluhurnya. Buktinya dalam pertunjukan seni Mangkunegaran Performing Art 2011 ditampilkan lakon wayang orang yang sebagian besar pelakunya anak-anak kecil usia TK , SD dan SMP. Dan mereka menunjukkan bakat seni yang sungguh luar biasa. Terima kasih untuk para seniman dan para guru seni yang mempunyai dedikasi tinggi untuk mengabdi bagi seni tradisi dan  yang telah berhasil mencetak calon-calon penerus budaya Jawa.
Read More

Kebudayaan Sunda

Kebudayaan Sunda
  Kebudayaan Sunda


Budaya Sunda, dikenal sebagai budaya yang menjunjung tinggi sopan santun. Pada umumnya budaya Sunda memiliki karakter ramah, mudah senyum, sopan, lembut dan sangat hormat kepada orang tua. Didalam budaya Sunda, mereka diajarkan bagaimana berbicara lembut terhadap orang yang lebih tua.
Kebudayaan Sunda merupakan salah satu budaya tertua yang ada di nusantara, Sistem kepercayaan spiritual tradisional Sunda adalah Sunda Wiwitan yang mengajarkan keselarasan hidup dengan alam.  Terdapat beberapa ajaran budaya Sunda tentang jalan menuju keutamaan hidup. Etos dan watak Sunda itu adalah cageur, bageur, singer dan pinter, yang dapat diartikan "sembuh" (waras), baik, sehat (kuat), dan cerdas.
Kebudayaan Sunda memiliki macam-macam seni dan budaya, diantaranya:
1.       Wayang Golek
Wayang Golek
Golek yaitu merupakan semacam boneka yang terbuat dari kayu yang ditampilkan dan membawakan alur cerita bersejarah. Wayang Golek ini dimainkan oleh seorang Dalang dan diiringi oleh nyanyian serta iringan musik tradisional Jawa Barat yang biasa disebut Degung.
2.       Degung
Degung
Kesenian Degung biasanya digunakan untuk musik pengiring/pengantar. Degung ini merupakan gabungan dari peralatan khas kesenian Jawa Barat  yaitu, gendang, goong, kempul, saron, bonang, kacapi, suling, rebab, dan sebagainya.





3



.  3.   Kuda Renggong 
Kuda Renggong
atau Kuda Depok ialah salah satu jenis kesenian helaran yang terdapat diKabupaten Sumedang, Majalengka dan Karawang. Cara penyajiannya yaitu, seekor kudaatau lebih di hias warna-warni, budak sunat dinaikkan ke atas punggung kuda tersebut,Budak sunat tersebut dihias seperti seorang Raja atau Satria, bisa pula meniru pakaian para Dalem Baheula, memakai Bendo, takwa dan pakai kain serta selop.












UPACARA ADAT PERKAWINAN SUKU SUNDA
Adat Sunda merupakan salah satu pilihan calon mempelai yang ingin merayakan pesta pernikahannya. Khususnya mempelai yang berasal dari Sunda. Nendeun Omong, yaitu pembicaraan orang tua atau utusan pihak pria yang berminat mempersunting seorang gadis. Lamaran dilaksanakan oleh orang tua calon pengantin beserta keluarga dekat. Disertai seseorang berusia lanjut sebagai pemimpin upacara. Bawa lamareun atau sirih pinangkomplit, uang, seperangkat pakaian wanita sebagai pameungkeut (pengikat). Cincin tidak wajib harus dibawa. Misalnya dibawa, biasanya berupa cincing meneng, melambangkan kemantapan dan keabadian.
Tunangan, dilakukan ‘patuker beubeur tameuh’, yaitu penyerahan ikat pinggang warna pelangi atau polos kepada si pihak wanita.
Seserahan (3 - 7 hari sebelum pernikahan). Calon pengantin pria membawa pakaian, uang, perabot rumah tangga, makanan, dan lain-lain. 
Ngeuyeuk seureuh Dipimpin pengeuyeuk. Pengeuyek mewejang kedua calon pengantin agar meminta ijin dan doa restu kepada kedua orang tua serta memberikan nasehat melalui lambang-lambang atau benda yang disediakan berupa parawanten, pangradinan dan sebagainya. Diiringi lagu kidung oleh pangeuyeuk Disawer beras, agar hidup sejahtera. dikeprak dengan sapu lidi disertai nasehat agar memupuk kasih sayang dan giat bekerja. Membuka kain putih penutup pengeuyeuk. Melambangkan rumah tangga yang akan dibina masih bersih dan belum ternoda.Membelah mayang jambe dan buah pinang (oleh calon pengantin pria). Bermakna agar keduanya saling mengasihi dan dapat menyesuaikan diri.
Menumbukkan alu ke dalam lumpang sebanyak tiga kali (oleh calon pengantin pria). Membuat lungkun. Dua lembar sirih bertangkai saling dihadapkan. Digulung menjadisatu memanjang. Diikat dengan benang kanteh. Diikuti kedua orang tua dan para tamu yang hadir. Maknanya, agar kelak rejeki yang diperoleh bila berlebihan dapat dibagikan kepada saudara dan handai taulan. Berebut uang di bawah tikar sambil disawer. Melambangkan berlomba mencari rejeki dan disayang keluarga. Upacara Prosesi Pernikahan Penjemputan calon pengantin pria, oleh utusan dari pihak wanita
 

 Ngabageakeun, ibu calon pengantin wanita menyambut dengan pengalungan bunga melati kepada calon pengantin pria, kemudian diapit oleh kedua orang tua calon pengantin wanita untuk masuk menuju pelaminan. Akad nikah, petugas KUA, para saksi, pengantin pria sudah berada di tempat nikah. Kedua orang tua menjemput pengantin wanita dari kamar, lalu didudukkan di sebelah kiri pengantin pria dan dikerudungi dengan tiung panjang, yang berarti penyatuan dua insan yang masih murni. Kerudung baru dibuka saat kedua mempelai akan menandatangani surat nikah. Sungkeman,Wejangan, oleh ayah pengantin wanita atau keluarganya.Saweran, kedua pengantin didudukkan di kursi. Sambil penyaweran, pantun sawer dinyanyikan. Pantun berisi petuah utusan orang tua pengantin wanita. Kedua pengantindipayungi payung besar diselingi taburan beras kuning atau kunyit ke atas payung.Meuleum harupat, pengantin wanita menyalakan harupat dengan lilin. Harupat disiram pengantin wanita dengan kendi air. Lantas harupat dipatahkan pengantin pria. Nincak endog, pengantin pria menginjak telur dan elekan sampai pecah. Lantas kakinyadicuci dengan air bunga dan dilap pengantin wanita.Buka pintu. Diawali mengetuk pintu tiga kali. Diadakan tanya jawab dengan pantun bersahutan dari dalam dan luar pintu rumah. Setelah kalimat syahadat dibacakan, pintu dibuka. Pengantin masuk menuju pelaminan.
Read More

Budaya Betawi

Budaya Betawi
 BUDAYA BETAWI DAN JAKARTA SAAT INI

Tinggal di kota Jakarta adalah harapan semua orang yang ingin melakukan perubahan dalam hidupnya baik dari segi lingkungan sosial maupun ekonomi. Semua orang berlomba dan rela pergi dari kampung halamannya demi bisa menginjakkan kakinya di kota metropolis ini. Apa sih yang menarik dari kota Jakarta? Saya sendiri belum bisa mendeskripsikannya secara detil, namun sejak hijrah ke Jakarta beberapa tahun yang lalu, sedikitnya bisa memberikan saya pandangan tentang kota Jakarta ini.
Budaya betawi, adalah salah satu yang menjadi ciri khas terkuat di kota Jakarta. Ada keunikan dari budaya betawi yang pastinya akan selalu melekat pada setiap individu. Jika ada yang bertanya pada saya seperti apa budaya betawi itu? Saya akan menjawab: ondel-ondel, “Si Doel Anak Sekolahan”, tempat berkumpulnya para jagoan (*hihihi, yang terakhir saya sedikit ngarang). Eh tapi, bukankah legenda si Pitung cukup lekat dengan budaya betawi dan sebagai ikon jagoannya kota Jakarta?
Sepertinya, jika mempelajari budaya betawi tak akan ada habisnya bagi saya. Karena di dalamnya selalu memberikan keunikan dan sangat menarik. Logat bahasa yang diucapkan, tak jarang membuat saya tersenyum geli mendengarnya. Kebetulan saya memiliki art yang orang betawi asli. Mendengar kosa kata dan cara bicaranya, sangatlah menarik, seperti ada seni di dalamnya.
Budaya Betawi memang terkesan santai, tapi punya aturan. Ibaratnyanya, “Suka-suka aja dah Lo mau bagaimana, asal jangan seenaknya sendiri”, “Lo jual gue beli”, gitu kali ya.  Orang yang lahir dari keluarga betawi biasanya memiliki sisi agamis yang kuat. Hal ini akan semakin baik jika digabungkan dengan sisi pribadinya di dunia nyata dalam pekerjaannya. Yang dimaksud di sini adalah, untuk mempertahankan Jakarta dalam keanekaragaman budaya betawi, tentu haruslah orang yang sangat mengerti tentang budaya tersebut.
Siapa kira-kira tokoh yang asli betawi di jakarta ini?
Sepertinya banyak yaa, namun saat ini yang saya tau adalah Bapak berkumis itu dan Bapak yang memiliki perawakan kalem. Tentu sudah tau donk siapa yang saya maksud?.
Lahir di Jakarta asli, sangat senang mendalami dunia betawi melalui seni silat betawi, lalu menjadi Ketua Umum Badan Musyawarah Masyarakat Betawi (Bamus Betawi) dan Ketua Dewan Penasehat Forum Komunikasi Anak Betawi (Forkabi), menjadi ciri khas yang kuat dari sosok beliau. Pendidikan yang diterapkan oleh orangtuanya yang asli betawi, telah memberikan banyak pelajaran hidup terutama dalam mengenal sejarah kota Jakarta ini
Membaca biografinya beliau ini, setidaknya memberikan gambaran bahwa karakter Jakarta kemungkinan bisa terus dibenahi melalui tangan-tangan yang pas. Bukan, bukan maksudnya menolak orang lain untuk terlibat di dalamnya, lagian Jakarta kini sudah penuh dengan berbagai macam adat dan suku.  Jadi walaupun banyak orang luar jakarta yang menetap di sini, “Tenang, orang betawi masih ade”.  Pantas saja kalau Ketua Bidang Perempuan dan Sosial Agama Bamus Betawi, Idawara Suprida sangat mengharapkan Beliau bisa terus berkarya di Jakarta ini.
Tidak hanya sampai di situ, prestasi yang telah diusungnya sangat memberikan gambaran nyata berkaitan dengan sosok jagoan betawi. Mulai dari riawayat jabatannya, keterlibatannya dalam organisasi dan penghargaan dalam dunia militer , sungguh semua itu bukanlah pengalaman yang biasa dan patut menjadi inspirasi bagi masyarakat luas.
Jakarta saat ini tentu mengalami berbagai perubahan, dan ini harus terus dilakukan mengingat semakin bertambahnya penduduk dan sisi lingkungan sosialnya. Oleh karenanya, jakarta memang membutuhkan sosok pemimpin yang dekat dengan masyarakat, rendah hati, namun tetap tegas, dan punya nyali, sesuai dengan karakter budaya betawi alias sang tuan rumah di Kota Jakarta ini. Silakan saja kalau ada orang luar yang ingin membreikan kontribusi pada kota Jakarta ini, namun apakah dia benar-benar bisa mengenal Jakarta dalam waktu dekat? Pada akhirnya, masyarakat selalu terbentur dalam paradigma dan isu yang sedang marak. Hingga sekecil apapun harapan yang timbul dari sosok-sosok yang sudah ada, menjadi kabur dalam pandangan sekejap mata. Bijaklah dalam berpikir dan bertindak.
Read More

Jenis Fashion Indonesia Wakili Keragaman Budaya

Jenis Fashion Indonesia Wakili Keragaman Budaya

Jenis Fashion Indonesia Wakili Keragaman Budaya



kebaya.jpg

 Indonesia mewarisi keragaman desain fashion dalam bingkai fashion tradisional dari berbagai daerah di Tanah Air yang mampu berfungsi sebagai jembatan budaya bangsa.

"Dari keberagaman suku bangsa di Indonesia mampu mencerminkan berbagai jenis fashion yang mewakili masing-masing daerah di tanah air," kata Dosen interior Fakultas Seni Rupa dan Desain Institut Seni Indonesia (FSRD ISI), Tjok Istri Ratna Cora  Sudharsana, di Denpasar, Sabtu.

Ia mengatakan, mengamati kekayaan bangsa dalam ranah fashion mampu membangkitkan rasa untuk dapat mengeksplor lebih dalam dan diharapkan mampu menopang jurusan desain fashion pada FSRD ISI Denpasar.

Dirjen Pendidikan Tinggi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan menyetujui jurusan desain fashion bersama dua program bidang studi  masing-masing  program studi pendidikan seni, drama, tari dan musik (Sendra klasik) dan prodi vedeo, TV dan Film.

Oleh sebab itu pendirian  jurusan desain fashion FSRD ISI yang akan mulai menerima mahasiswa baru pertengahan tahun ini menitikberatkan pada teori dan praktik kreatif berbasis budaya lokal Bali dan nasional.

Tjok Istri Ratna menambahkan,  kehadiran jurusan desain fashion pada FSRD ISI Denpasar untuk menjawab tantangan dan tuntutan  menghasilkan sumber daya manusia yang memiliki kompetensi yang dibutuhkan pasar kerja.

Selain itu, mampu membaca peluang untuk menjadikan  desain fashion sebagai salah satu jembatan budaya bangsa Indonesia dalam dunia global untuk bisa menemukan identitas diri.

Dengan demikian diharapkan mampu menemukan sebuah keunikan identitas tanpa meninggalkan karakter bangsa. Hal penting lainnya memiliki rasa bangga menggunakan produk Indonesia dalam kemasan desain fashion.

Cita rasa tersebut menjadi tujuan akhir dari perpajalan panjang suatu pandangan bertajuk "brand image" yang melandasi pendirian jurusan desain fashion FSRD ISI Denpasar, harap Tjok Istri Ratna.
Read More

Budaya Masyarakat

Budaya Masyarakat
BUDAYA HIDUP MASYARAKAT

Manusia satu yang bersatu dengan manusia lainnya dalam suatu wilayah tertentu akan membentuk sebuah masyarakat. Dari masyarakat inilah akan lahir nilai-nilai bermasyarakat yang berkembang menjadi kebudayaan. Kebudayaan masyarakat di daerah tertentu akan berbeda dengan kebudayaan masyarakat di daerah lain. Karena setiap kelompok masyarakat memiliki aspek nilai yang berbeda. Dan kebudayaan juga dipengaruhi oleh faktor bahasa, keadaan geografis dan kepercayan.
Secara etimologi, kata kebudayaan berasal dari kata sangsekerta buddayah yang merupakan bentuk jamak dari kata buddhi yang berarti budi atau akal, dengan kata lain kebudayaan diartikan sebagai hal-hal yang bersangkutan dengan budi atau akal. Seorang antropolog, yaitu E.B. Tylor dalam tahun 1871 mendefinisikan kebudayaan sebagai berikut “Kebudayaan adalah kompleks yang mencangkup pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat-istiadat dan kemampuan-kemampuan serta kebiasaan-kebiasaan yang didapatkan oleh manusia sebagai anggota masyarakat.
Kebudayaan itu adalah unsur yang sangat penting dalam kehidupan masyarakat. Pentingnya kebudayaan tersebut dapat disimpulkan dari pendapat dua antropolog yatu Melvile J. Herkovits dan Bronislaw Malinowski yang mengemukakan pengertian Cultural Determinism yang berarti bahwa segala sesuatu yang terdapat di dalam masyarakat ditentukan oleh kebudayaan yang dimiliki oleh masyarakat itu sendiri. Selanjutnya, kebudayaan dipandang sebagai sesuatu yang super organik, karena kebudayaan itu tetap ada secara turun temurun dari generasi ke generasi yang seterusnya tetap terus hidup walaupun anggota masyarakatnya telah berganti karena kematian ataupun kelahiran. Dengan kata lain, pengertian kebudayaan mencangkup sesuatu yang didapatkan oleh manusia sebagai anggota masyarakat. Kebudayaan terdiri dari segala sesuatu yang dipelajari dari pola-pola perilaku yang normatif, yang mencangkup segala cara-cara atau pola-pola berfikir, merasakan, dan bertindak. Kebudayaan tersebut dimiliki oleh setiap masyarakat, bedanya hanyalah bahwa kebudayaan masyarakat yang satu lebih sempurna daripada kebudayaan masyarakat yang lain dalam perkembangannya untuk memenuhi segala kebutuhan masyarakatnya.

BAB I
PENDAHULUAN
Manusia satu yang bersatu dengan manusia lainnya dalam suatu wilayah tertentu akan membentuk sebuah masyarakat. Dari masyarakat inilah akan lahir nilai-nilai bermasyarakat yang berkembang menjadi kebudayaan. Kebudayaan masyarakat di daerah tertentu akan berbeda dengan kebudayaan masyarakat di daerah lain. Karena setiap kelompok masyarakat memiliki aspek nilai yang berbeda. Dan kebudayaan juga dipengaruhi oleh faktor bahasa, keadaan geografis dan kepercayan.
Kebudayaan sangat erat hubungannya dengan masyarakat. Melville J. Herskovits dan Bronislaw Malinowski mengemukakan bahwa segala sesuatu yang terdapat dalam masyarakat ditentukan oleh kebudayaan yang dimiliki oleh masyarakat itu sendiri. Istilah untuk pendapat itu adalah Cultural-Determinism. Herskovits memandang kebudayaan sebagai sesuatu yang turun temurun dari satu generasi ke generasi yang lain, yang kemudian disebut sebagai superorganic. Menurut Andreas Eppink, kebudayaan mengandung keseluruhan pengertian, nilai, norma, ilmu pengetahuan serta keseluruhan struktur-struktur sosial, religius, dan lain-lain, tambahan lagi segala pernyataan intelektual dan artistik yang menjadi ciri khas suatu masyarakat.
Menurut Edward B. Tylor, kebudayaan merupakan keseluruhan yang kompleks, yang di dalamnya terkandung pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat, dan kemampuan-kemampuan lain yang didapat seseorang sebagai anggota masyarakat. Sedangkan menurut Selo Soemardjan dan Soelaiman Soemardi, kebudayaan adalah sarana hasil karya, rasa, dan cipta masyarakat.
Dengan kata lain, kebudayaan mencangkup sesuatu yang didapatkan oleh manusia sebagai anggota masyarakat. Kebudayaan terdiri dari segala sesuatu yang dipelajari dari pola-pola perilaku yang normatif, yang mencangkup segala cara-cara atau pola-pola berfikir, merasakan, dan bertindak. Kebudayaan tersebut dimiliki oleh setiap masyarakat, bedanya hanyalah bahwa kebudayaan masyarakat yang satu lebih sempurna daripada kebudayaan masyarakat yang lain dalam perkembangannya untuk memenuhi segala kebutuhan masyarakatnya.
Read More