Kebudayaan tengger


 

Bromo Tengger merupakan sebuah nama yang tidak asing bagi para pencinta dunia traveller sebagai petualang di daerah terbuka. Taman Nasional Semeru Bromo Tengger merupakan area yang mencakup luas 800 kilometer persegi di pusat Jawa Timur. Bagi kita yang akan mengadakan perjalanan wisata edukasi budaya dengan  melihat dan menyaksikan keindahan alam di Bromo Tengger, maka kita dapat mengunjungi Taman Nasional Semeru Bromo Tengger.



Berkunjung ke gunung Bromo Tengger, merupakan suatu hal kewajiban bagi kita untuk mengunjungi Taman Nasional Semeru Bromo. Karena wilayah ini merupakan wilayah vulkanik terbesar di provinsi ini. Melihat gumpalan asap datang dari Mt. Semeru, yang merupakan gunung berapi aktif yang baik 3676 meter di atas permukaan laut, dengan pemandangan laut gurun pasir tandus seluas 10 km, dalam kaldera naik kerucut vulkanik  yang membuat pecahan dari Bromo.Informasi yang penulis dapat kan dari sebuah alat pengukur suhu udara, pada saat penulis berada di puncak gunung Bromo alat termometer menunjukan pergerakan dari angka 5 hingga 18 derajat celcius.


Berada di puncak gunung Bromo merupakan suatu anugerah tersendiri bagi kita untuk menikmati pemandangan alam dengan ketajubkan fenomena yang mengasyikkan. Menyaksikan keindahan fenomena alam awal munculnya sang fajar di pagi hari yang dapat melarutkan jiwa kita dalam ketajubkan sebuah ciptaan Tuhan yang sangat luar biasa.



Suatu perjalanan menuju deaerah Bromo yang terkenal dengan keunikkan masyarakat Tengger yang masih kental dengan budayanya. Banyak penulis-penulis yang hadir di kawasan daerah ini, untuk menyelusuri jejejak sejarah masyarakat Tengger. Mereka hadir dan berbaur dengan masyarkat Tengger dan para tokoh-tokoh masyarakat, hingga mengunjungi setiap situs berseharah yang ada di Tengger. Informasi yang penulis dapatkan, rata-rata penulis yang hadir di daerah desa Tengger adalah orang dari luar negeri. Banyak informasi yang penulis dapatkan di tempat ini, terutama tentang latar belakang sejarah kebudayaan masyarakat Tengger.


Informasi yang penulis dapatkan dari berbagai sumber di Tengger, dan juga dari beberapa pendukung daftar pustaka yang penulis pernah baca. Masyarakat Tengger pada masa Hindu - Buddha yang terkenal dengan keadaan masyarakat Jawa pada umumnya, tidak kelihatan seperti sekarang ini. Perubahan kebudayaan masyarakat Tengger telah terjadi sebagai akibat dari terciptanya imperium Mataram baru. Dan perubahan ini terjadi secara berangsur-angsur.

Pada masa Mataram kuna yang menjadi pusat centralnya berada di Jawa Tengah. Dan kerajaan merupakan suatu kekuasaan pusat yang sangat mengikat secara longgar sejumlah desa yang ada pada saat itu, dimana hal ini dinamakan wanna, dalam suatu kesatuan hal ini terjadi seperti federasi. Dan pada masa abad ke-8 hingga ke-10 pada satu waktu, mungkin sekali terdapat lebih dari satu kerajaan yang berdiri di Jawa.

Informasi selanjutnya.......
Koordinasi yang lebih ketat atas berbagai wilayah kerajaan, baru terjadi di masa Kediri pada abab XII-XIII Massehi. Di mana pada saat itu desa-desa yang berada di daerah Jawa Timur mendapat sebutan thani, digabung menjadi suatu kesatuan yang disebut wisaya, dengan satu diananya berfungsi sebagai "ibu desa", yang disebut dallem thani.

Dari sebuah keterangan yang di dapat........
Di dalam kerajaan Kadiri terdapat sejumlah wisaya. Di mana pusat kerajaan, disebut rajya atau nagara, dan dikembangkan ssebagai pusat kerajaan yang sekaligus menjadi pusat pertumbuhan kebudayaan, dan juga menjadi pusat kecanggihan hidup. Jadi....., apa yang menjadi perkembangan di suatu pusat itu, pada gilirannya dapat ditiru di dalem thani dan desa.

Walau demikian lanjut informasi yang penulis dapatkan........
Sebuah prasati dari zaman ini menunjukkan kenyataan bahwa :suatu dalem thani dapat tetap mengikuti sukha-duhkha atau yang disebut dengan aturannya sendiri. Di mana dapat dilihat bahwa "daerah" memiliki kemandirian hukumny sendiri. Situasi inilah yang kiranya hendak dikoreksi pada zaman Mataram baru dengan ucapan "desa mawa cara, negara mawa tata" yang memiliki arti "meskipun memang diakui bahwa masing-masing desa dapat mempunyai tata cara dalam hal-hal tertentu, namun ibukota kerajaan atau pun negara mempunyai aturan-aturan yang dalam hal tertentu harus diikuti oleh orang desa yang berurusan dengan pusat kerajaan"

Lanjut informasi yang penulis dapatkan.........
Sesudah zaman Kadiri, koordinasi kekuasaan dan kewilayaahan diperluas. Pembentukan imperium terjadi pada zaman Singhasari. Kediri menjadi salah satu bagian dari imperium baru pada saat itu. dan imperium ini lebih berkembang pula pada zaman Majapahit, ketika di samping wilayah yang dikoordinasi secara langsung dengan suatu sistem pemerintahan yang relatif ketat, terdapat pula wilayah nusantara, yaitu "daerah-daerah seberang laut" yang merupakan sahabat dari mereka. Meluasnya daerah pengaruh itu sebaliknya diikuti dengan keanekaragaman institusi di dalam kerajaan sendiri. Dan berbagai aliran keagamaan diakui keberadaannya.

Lanjut informasi yang penulis dapatkan.......
Pada zaman Majapahit terdapat tiga pejabat tinggi negara yang masing-masing mengurus agama yang diperdayakan, yaitu dharmmadhyaksa ring kasaiwan untuk agama Hindu-Siwa, dharmmadhyaksa ring kasogatan untuk agama Buddha, serta mantri her haji untuk mengurus "agama" karesyan. Dimana agama karesyan merupakan salah satu pkok bahasan utama dalam disertasi Supomo (1977) yang penulis dapatkan dari salah satu daftar pustaka bacaan. Dimana di dalam disertasi Supomo (1977) ia menyimpulkan bahwa di Jawa terdapat agama resi, yaitu agamawan yang mengasuh perguruan di daerah-daerah pegunungan, dan yang memuja kepada Yang Tertinggi yang dicitrakan sebagai "raja gunung", yang disebut sebagai Parwatarajadewa.

Lanjut.......
Dimana komuniti-komuniti keagamaan pun berkembang keanekaragamannya, dan masing-masing memiliki nama yang berbeda-beda. Satu hal yang perlu senantiasa kita sadari bahwa ada perbedaan antara peradaban kalangan keraton dan di luar keraton. Karena apa yang tercantum dalam prasati-prasati yang dikeluarkan atas nama raja pun tidak sepenuhnya harus mengacu kepada kaidah-kaidah keraton. Bila prasasti itu punya relevansi terpenting dengan komuniti pedesaan, maka apa yang tercantum di dalamnya pun sangat mungkin disesuaikan dengan konsep-konsep yang dipahami di dalam komuniti yang bersangkutan.

Penyebutan dewata-dewata dan roh-roh atau kekuatan-kekuatan penjaga alam yang sering disebutkan dalam sebuah prasati-prasati di bagian sapatha yang dikenal dengan sumpah atau pun sabda, dan banyak disebut dalam teks-teks para dukun atau yang disebut tokoh spiritual Tengger, dapat dilihat sebagai penggambaran suatu kepercayaan yang berada di luar keraton yang berkembang dalam institusi-institusi keagamaan di luar keraton.

Berkunjung di Bromo Tengger merupakan suatu perjalanan yang mengasyikkan. Di mana kita dapat membuktikan sekarang ini masyarakat Tengger bukanlah suatu "museum hidup" atau pun museum yang berjalan, melainkan masyarakat yang berkembang dengan adanya suatu sarana-sarana spiritual di Tengger.

Mereka tidak lagi terisolasi dalam perkembangan daerah sekitarnya, meskipun mungkin pada zaman dahulu pernah terjadi seperti itu, ketika pusat orentasinya adalah ibukota Majapahit, atau pusata kerajaan mana pun pada masa lalu, yang tiba-tiba menghilang.
 
Masyarakat Tengger sekarang mengenali kembali kesaan sumber dengan para sengguhu  di Bali adalah suatu hal yang sangat wajar, dan mungkin dapat dikembangkan kedalam eksplorasi yang lebih meluas dan mendalam.

Sebuah perjalanan wisata yang mengesankan di dapat dari masyarkat Tengger. Kesederhanaan, kesungguhan, dan kebahagian hidup masyarakat serta bergotong royong merupakan suatu pemeilharaan ras Jawa lama yang bersifat baik hati, bersahabat, ramah kepada setiap tamu, tenang dan mulia merupakan suatu sifat yang langka dan unik serta tidak dapat dengan mudah  kita temui dalam kehidupan di kota-kota besar dan dibelahan bumi mana pun kecuali Indonesia. Tengger merupakan suatu pembelajaran hidup bagi penulis yang tidak ternilai dengan sesuatu apapun.

SEJARAH

Menurut mitos atau legenda yang berkembang di masyarakat suku Tengger, mereka berasal dari keturunan Roro Anteng yang merupakan putri dari Raja Brawijaya dengan Joko Seger putra seorang Brahmana. Nama suku Tengger diambil dari akhiran nama kedua pasang suami istri itu yaitu, “Teng” dari Roro Anteng dan “Ger” dari Joko Seger. Legenda tentang Roro Anteng dan Joko Seger yang berjanji pada Dewa untuk menyerahkan putra bungsu mereka, Raden Kusuma merupakan awal mula terjadinya upacara Kasodo di Tengger.
Menurut beberapa ahli sejarah, suku Tengger merupakan penduduk asli orang Jawa yang pada saat itu hidup pada masa kejayaan Majapahit. Saat masuknya Islam di Indonesia (pulau Jawa) saat itu terjadi persinggungan antara Islam dengan kerajaan-kerajaan yang ada di Jawa, salah satunya adalah Majapahit yang merasa terdesak dengan kedatangan pengaruh Islam, kemudian melarikan diri ke wilayah Bali dan pedalaman di sekitar Gunung Bromo dan Semeru. Mereka yang berdiam di sekitar pedalaman Gunung Bromo ini kemudian mendirikan kampung yang namanya diambil dari akhiran nama pemimpin mereka yaitu Roro Anteng dan Joko Seger.



DESKRIPSI LOKASI
Suku bangsa Tengger berdiam disekitar kawasan di pedalaman gunung Bromo yang terletak di kabupaten Probolinggo, Jawa Timur. Berdasarkan persebaran bahasa dan pola kehidupan sosial masyarakat, daerah persebaran suku Tengger adalah disekitar Probolinggo, Lumajang, (Ranupane kecamatan Senduro), Malang (desa Ngadas kecamatan Poncokusumo), dan Pasuruan. Sementara pusat kebudayaan aslinya adalah di sekitar pedalaman kaki gunung Bromo.

UNSUR-UNSUR KEBUDAYAAN

1. BAHASA
Bahasa yang berkembang di masyarakat suku Tengger adalah bahasa Jawa Tengger yaitu bahasa Jawi kuno yang diyakini sebagai dialek asli orang-orang Majapahit. Bahasa yang digunakan dalam kitab-kitab mantra pun menggunakan tulisan Jawa Kawi. Suku Tengger merupakan salah satu sub kelompok orang Jawa yang mengembangkan variasai budaya yang khas. Kekhasan ini bisa dilihat dari bahasanya, dimana mereka menggunakan bahasa Jawa dialek tengger, tanpa tingkatan bahasa sebagaimana yang ada pada tingkatan bahasa dalam bahasa Jawa pada umumnya.

2. PENGETAHUAN
Pendidikan pada masyarakat Tengger sudah mulai terlihat dan maju dengan dibangunnya sekolah-sekolah, baik tingkat dasar maupun menengah disekitar kawasan Tengger. Sumber pengetahuan lain adalah mengenai penggunaan mantra-mantra tertentu oleh masyarakat Tengger.

3. TEKNOLOGI
Dalam kehidupan suku Tengger, sudah mengalami teknologi komunikasi yang dibawa oleh wisatawan-wisatawan domestik maupun mancanegara sehingga cenderung menimbulkan perubahan kebudayaan. Suku Tengger tidak seperti suku-suku lain karena masyarakat Tengger tidak memiliki istana, pustaka, maupun kekayaan seni budaya tradisional. Tetapi suku Tengger sendiri juga memiliki beberapa obyek penting yaitu lonceng perungggu dan sebuah padasan di lereng bagian utara Tengger yang telah menjadi puing.

4. RELIGI
Mayoritas masyarakat Tengger memeluk agama Hindu, namun agama Hindu yang dianut berbeda dengan agama Hindu di Bali, yaitu Hindu Dharma. Hindu yang berkembang di masyarakat Tengger adalah Hindu Mahayana. Selain agama Hindu, agama laiin yang dipeluk adalah agama Islam, Protestan, Kristen, dll. Berdasarkan ajaran agama Hindu yang dianut, setiap tahun mereka melakukan upacara Kasono. Selain Kasodo, upacara lain yaitu upacara Karo, Kapat, Kapitu, Kawulo, Kasanga. Sesaji dan mantra amat kental pengaruhnya dalam masyarakat suku Tengger. Masyarakat Tengger percaya bahwa mantra-mantra yang mereka pergunakan adalah mantra-mantra putih bukan mantra hitam yang sifatnya merugikan.

5. ORGANISASI SOSIAL
PERKAWINAN. Sebelum ada Undang-Undang perkawinan banyak anak-anak suku Tengger yang kawin dalam usia belia, misalnya pada usia 10-14 tahun. Namun, pada masa sekarang hal tersebut sudah banyak berkurang dan pola perkawinannya endogami. Adat perkawinan yang diterapkan oleh siuku Tengger tidak berbeda jauh dengan adat perkawinan orang Jawa hanya saja yang bertindak sebagai penghulu dan wali keluarga adalah dukun Pandita. Adat menetap setelah menikah adalah neolokal, yaitu pasangan suami-istri bertempat tinggal di lingkungan yang baru. Untuk sementara pasangan pengantin berdiam terlebih dahulu dilingkungan kerabat istri.
SISTEM KEKERABATAN.
Seperti orang Jawa lainnya, orang Tengger menarik garis keturunan berdasarkan prinsip bilateral yaitu garis keturunan pihak ayah dan ibu. Kelompok kekerabatan yang terkecil adalah keluarga inti yang terdiri dari suami, istri, dan anak-anak.
SISTEM KEMASYARAKATAN.
Masyarakat suku Tengger terdiri atas kelompok-kelompok desa yang masing-masing kelompok tersebut dipimpin oleh tetua. Dan seluruh perkampungan ini dipimpin oleh seorang kepala adat. Masyarakat suku Tengger amat percaya dan menghormati dukun di wilayah mereka dibandingkan pejabat administratif karena dukun sangat berpengaruh dalam kehidupan masyarakat Tengger. Masyarakat Tengger mengangkat masyarakat lain dari luar masyarakat Tengger sebagai warga kehormatan dan tidak semuanya bisa menjadi warga kehormatan di masyarakat Tengger. Masyarakat muslim Tengger biasanya tinggal di desa-desa yang agak bawah sedangkan Hindu Tengger tinggal didesa-desa yang ada di atasnya.

6. MATA PENCAHARIAN
Pada masa kini masyarakat Tengger umumnya hidup sebagai petani di ladang. Prinsip mereka adalah tidak mau menjual tanah (ladang) mereka pada orang lain. Macam hasil pertaniannya adalah kentang, kubis, wortel, tembakau, dan jagung. Jagung adalah makanan pokok suku Tengger. Selain bertani, ada sebagian masyarakat Tengger yang berprofesi menjadi pemandu wisatawan di Bromo. Salah satu cara yang digunakan adalah dengan menawarkan kuda yang mereka miliki untuk disewakan kepada wisatawan.

7. KESENIAN
Tarian khas suku Tengger adalah tari sodoran yang ditampilkan pada perayaan Karo dan Kasodo. Dari segi kebudayaan, masyarakat Tengger banyak terpengaruh dengan budaya pertanian dan pegunungan yang kental meskipun sebagian besar budaya mereka serupa dengan masyarakat Jawa umumnya, namun ada pantangan untuk memainkan wayang kulit.


NILAI-NILAI BUDAYA

Orang Tengger sangat dihormati oleh masyarakat Tengger karena mereka selalu hidup rukun, sederahana, dan jujur serta cinta damai. Orang Tenggr suka bekerja keras, ramah, dan takut berbuat jahat seperti mencuri karena mereka dibayangi adanya hukum karma apabila mencuri barang orang lain maka akan datang balasan yaitu hartanya akan hilang lebih banyak lagi. Orang Tengger dangat menghormati Dukun dan Tetua adat mereka.

ASPEK PEMBANGUNAN

Aspek pembangunan yang terlihat adalah pada sektor pariwisata misalnya dengan pembangunan-pembanguna akses-akses menuju gunung Bromo agar lebih mudah dijangkau oleh wisatawan. Desa Tosari merupakan salah satu pintu gerbang daerah Tengger, desa ini memanjang dari utara sampai selatan. Di tengah desa itu terdapat pasar dan tempat-tempat ibadah seperti masjid bagi umat Islam dan pura bagi umat Hindu. Selain itu terdapat pula kantor kelurahan, kantor kecamatan, dan koramil, kantor PKK, sekolah dasar, madrasah, taman-kanak-kanak, pos kesehatan, dan taman gizi serta puskesmas. Jadi desa-desa yang ada di wilayah Tengger sudah cukup maju.

Author:

Facebook Comment