Tari Tayub

Tari Tayub
Tari TayubBila tari Ketuk tilu termasuk tari pergaulan yang diiringi salah satuperangkat pengiringnya disebut waditra ketuk tilu. Maka tari pergaulan lainnya di Jawa Barat adalah tari tayub yang diiringi suatu perangkat gamelan yang lebih besar bentuk perangatnya dari pada seni ketuk tilu. 
Tari Tayub merupakan seni tradisi tahun 20-an yang terdapat hampir di seluruh wilayah Jawa barat. Gerak tariannya belum berpola, sehingga para penari bebas melakukan tariannya asalkan sesuai dengan irama gending/tabuhan yang mengiringinya. Spontanitas gerakan tari yang murni terlihat dalam tari Tayub ini, di mana para penari bersikap dan bergerak sesuai dengan kemampuan dan keterampilan mereka masing-masing. 
Pada awalnya hanya dilakukan oleh kalangan menak atau priyayi (bangsawan Sunda) atau orang-orang dari lingkungan Pendopo serta para kuasa pabrik atau perkebunan. Akan tetapi dalam perkembangannya tari tayub ini merebak sampai kepada buruh-buruh pabrik atau perkebunan dan masyarakat di luar Kabupaten (lingkungan kerabat Bupati). Dengan demikian tari tayub kemudian bukan lagi milik para menak, melainkan milik masyarakat secara luas.
Banyak berbagai pengaruh yang membumbui acara pada tari tayub, hal ini disebabkan terlalu bebasnya luapan kegembiraan, terutama dari pengaruh minuman keras yang selalu disediakan ketika nayuban sedang berlangsung. Hal ini tentu saja ada yang pro dan kontra, terutama para ibu yang menyertai suaminya ke acara tari Tayub. Belakangan kebiasaan minum pada saat nayub tersebut sudah berkurang walaupun belum bisa dihilangkan sama sekali. 
Cara penyajian pertunjukan nayuban ini adalah sebagai berikut :
Tatalu yang merupakan pemberitahuan bahwa pertunjukan akan segera dimulai. Beberapa Ronggeng menari sambil membawa baki berisi selendang dan kemudian diberikan kepada salah satu tamu terhormat. Ketika tamu terhormat ini sedang menari dengan Ronggeng, apabila ada salah satu di antara penonton ingin menari dengan Ronggeng yang lain, maka ia harus meminta izin terlebih dahulu kepada penari pertama, penari berikutnya yang meminta izin ini disebut mairan
Setelah selesai menari, para tamu memberikan sejumlah uang kepada para ronggeng, atau kalau tidak diberikan langsung, uang itu boleh dimasukkan ke tempat khusus yang disebut bokor dan ini disebut masak.
Seusai para tamu kehormatan menari, maka tamu-tamu yang lain pun diperbolehkan untuk menari. Pada puncaknya pagelaran Nayuban ini semakin memanas (mungkin karena pengaruh minuman keras yang disajikan pada pada acara ini), yang kemudian ada adegan yang disebut parebut kendang, dimana ketika salah seorang tamu sedang menari, muncul tamu lain menari mendekati pengendang sambil mengiming-iming uang, sehingga pengendang beralih perhatiannya kepada tamu yang meiming-iming uang tersebut, uang diberikan kepada pengendang, kemudian menari, pengendang pun beralih kepada tamu yang memberi uang tersebut. Hal ini dilakukan berulang oleh para tamu sehingga kadang terjadi percekcokan bahkan sampai baku hantam.
Pagelaran tari tayub atau nayuban ini biasanya dari jam 19.00 atau 20.00 sampai tengah malam, di tempat tertutup, seperti aula atau pendopo. Waditra yang digunakan pada acara tari tayub atau nayuban ini adalah :
- Seperangkat kendang.
- Saron I
- Saron II.
- Bonang.
- Rincik. (tidak dipakai dalam gamelan cirebonan)
- Gambang.
- Rebab atau Bangsing (untuk gamelan cirebonan)
- Goong.
- Sinden, merangkap Ronggeng.

Busana yang dikenakan dalam acara nayuban yaitu :
- Para Ronggeng memakaikain batik setengah badan, dimana badan bagian atasnya yang terbuka ditutupi dengan apok atau kain kebaya bercorak dan memakai ikat pinggang dari perak berwarna putih. Setiap ronggeng selalu menggunakan selendang panjang/sampur, yang disampirkan di pinggang atau pundak.
- Para penari laki-laki pakaiannya yang biasa dipakai oleh para menak atau undangan khusus yaitu takwa atau beskap, dan memakai sinjang di lamban, bendo, serta keris diselipkan dipinggang kanan belakang dan digunakan sebagai sampiran selendang.
Read More

Tari pendet

Tari pendet
Tari pendet merupakan salah satu tarian selamat datang yang paling tua di Pulau Bali. Menarikan tarian ini sudah menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan spiritual masyarakat Hindu di Bali. Para ahli seni pertunjukan Bali, berdasarkan beberapa catatan yang ada, menyetujui bahwa tahun 1950 adalah tahun kelahiran tari Pendet. Tidak hanya saat menyambut tamu-tamu penting, dalam setiap pertunjukan tari-tarian Bali, tarian ini selalu dijadikan sebagian tarian pembuka.

Jenis tarian penyambutan ini dibawakan oleh sekelompok remaja putri yang masing-masing membawa mangkok perak yang berisi bunga warna-warni. Dan pada bagian akhir tarian, para penari menaburkan bunga-bunga yang mereka bawa ke arah penonton atau tamu yang disambut, sebagai ucapan selamat datang.

Pada awalnya, Tari Pendet dipakai sebagai pelengkap upacara piodalan di pura-pura atau tempat suci keluarga, sebagai lambang rasa syukur, hormat, dan sukacita saat menyambut kehadiran para dewata yang turun dari khayangan.

Penggagas tarian ini adalah dua seniman kelahiran desa Sumertha, Denpasar, yaitu I Wayan Rindi dan Ni Ketut Reneng. Keduanya menciptakan tari Pendet penyambutan dengan empat orang penari yang dipentaskan sebagai bagian dari pertunjukan kepariwisataan di sejumlah hotel yang ada di Denpasar, Bali. Dan pada tahun 1961, I Wayan Beratha mengembangkan tarian ini dan menambah jumlah penarinya menjadi lima orang, seperti yang sering ditampilkan sekarang.
Read More